LET'S GET ROCK
Tebing Hawu, Padalarang
…Memanjat tebing tebing sunyi.
Memasuki pintu misteri.
Menggores batu batu dengan kata
sederhana.
Dengan doa sederhana…
Syair lagu itu terngiang terus di
kuping saya. Malam itu saya dan kawan-kawan Unit Kegiatan Mahasiswa Harsha
Pratala Universitas Trilogi bergerak menuju Tebing Hawu yang terletak di
Padalarang, Jawa Barat. Cukup ramai yang ikut dalam perjalanan ini. Dengan
menggunakan bis 3/4 dan sebuah mobil kijang Innova malam itu kami perlahan mulai
meninggalkan hiruk pikuknya kota Jakarta.
Laju mobil menggambarkan
kegelisahan saya. Seakan kesabaran sudah habis tak tersisa. Saya sudah tidak
sabar lagi untuk memanjat Tebing Hawu. Ya, hari itu adalah waktu yang sudah
lama saya tunggu untuk memanjat tebing tebing tinggi. Tebing kapur yang kokoh
berdiri. Ketegarannya melambangkan kekuatan tekad saya untuk memanjat. Siapa
lagi yang bisa menghalangi saya? Kecuali kehendak Tuhan Sang Raja Alam.
Sekitar jam 1 malam akhirnya kami
hadir didepan tebing yang menjulang tinggi. Dialah kawan lama saya. Teman yang selalu
sabar menanti kehadiran saya. Teman sejati yang diam tidak berisik dan selalu
menjaga kehormatannya dengan selalu tegar kokoh berdiri.
Perjalanan ini merupakan bagian
dari proses pendidikan Rock Climbing bagi Calon Anggota Harsha Pratala. Senang
rasanya mendengar banyak yang antusias dalam perjalanan Rock Climbing kali ini.
Hati saya semakin membuncah senang. Saya tidak pernah mengira bahwa perjalanan
Rock Climbing menjadi sangat diminati oleh Calon Anggota. Sebelumnya?
Perjalanan ini justru paling dihindarkan. Faktor ketinggian, kemampuan fisik
yang kuat dan juga pemahaman alat-alat Rock Climbing yang rumit menjadi
beberapa pertimbangan mengapa perjalanan ini sering jadi momok yang menakutkan.
Gak heran kalau di Harsha Pratala selalu sedikit yang mengambil peminatan
khusus pada bidang ini. Tapi tidak kali ini! Para Calon Anggota siap menjadi
Rock Climbers sejati!
Matahari Teman Setia di Hari Pertama Pemanjatan
Sepanjang pemanjatan saya tak
henti tersenyum puas melihat semua Calon Anggota menunjukkan minatnya pada Rock
Climbing. Memang masih terlihat ada perasaan takut disana sini pada mimik muka
para Calon Anggota. Tapi juga terselip keingintahuan dan tekad serta rasa penasaran
yang kuat untuk terus mencoba.
Ada sebuah slogan didalam dunia
Rock Climbing yang selalu saya ingat. “Tuhan Bersama Orang Orang Berani”.
Sebuah slogan yang melekat kuat pada mereka yang mendalami Rock Climbing.
Ketika seorang pemanjat hanya bertumpu pada jari jemarinya. Sementara kakinya
mencoba mencari pijakan demi pijakan. Terkadang badan sedikit terhempas angin
dan orang-orang dibawah yang terlihat semakin mengecil. Dapatkah semua itu
menciutkan nyali dan menjauhkannya dari keberanian? Maka ketika dia berani,
sesungguhnya Tuhan sedang bersamanya.
Siang itu saya melihat keberanian
yang sangat kuat dari para Calon Anggota. Terlebih ketika jalur panjat lain yang
lebih tinggi mulai dipasang tali dan pengamannya. Sebuah jalur yang dirintis
oleh Alwan, Rafi dan Wiwin terpasang cukup tinggi. Kurang lebih 25 meter
ketinggiannya. Saya menyebutnya : Ini baru Rock Climbing! Kalau tidak merasakan
ketinggian sepertinya bukan Rock Climbing namanya. Hal ini membuat lokasi lain
yang selama ini sering Harsha Pratala gunakan untuk Rock Climbing menjadi tidak
relevan lagi. Tebing Klapanunggal atau Ciampea di Bogor tidak memiliki syarat
ketinggian ini. Atas dasar itulah perjalanan kali ini Tebing Hawu dipilih
menjadi lokasi yang ideal. Selain tinggi, Tebing Hawu juga memiliki kelengkapan
latihan lainnya seperti pemasangan alat-alat pengaman tebing dan juga beberapa
hal lainnya.
Pemanjatan di hari pertama diisi
dengan materi Top Rope dan teknik melakukan pengamanan terhadap pemanjat
(belay). Matahari rupanya sangat bersahabat sepanjang siang ini. Tiada hentinya
terus menyinari kami. Terlebih ternyata posisi Tebing Hawu yang akan selalu
dilintasi pergerakan Matahari dari pagi sampai sore hari. Hasilnya, semua
menjadi mudah haus seketika. Untung panitia membawa Cooler. Diisi dengan es
batu, maka setiap minuman yang kami beli menjadi dingin sekali. Tentunya para
Calon Anggota hanya menelan ludah saja setiap melihat kami menengguk minuman
dingin itu.
Menjelang sore kami mulai
berbenah alat dan mulai mendirikan tempat untuk bermalam. Lokasi yang dipilih
tentunya tepat didepan muka tebing. Seakan menandakan kalau kami tidak ingin
jauh dari tebing yang tegar menjulang tinggi ini. Alangkah indahnya tidur
beralaskan matras dengan badan terlentang dan muka menengadah lurus melihat
terjalnya Tebing Hawu.
Setelah makan malam, acara
dilanjutkan dengan evaluasi. Kali ini saya meminta kepada seluruh Calon Anggota
untuk lebih fokus dan serius untuk pemanjatan pada esok harinya. Evaluasi juga
dilakukan dengan meminta satu per satu Calon Anggota mengungkapkan pengalaman
yang dirasakan setelah serharian melakukan pemanjatan. Malam evaluasi diakhiri
dengan menyatakan tekad dan komitment untuk pemanjatan esok hari.
Malam semakin larut. Hembusan
angin malam semakin merasuk tubuh ini. Bulan menampakkan dirinya setengah malu.
Kami semakin terlelap tidur. Malam berlalu, semua terlarut dalam mimpi. Mimpi
mimpi indah tentang petualangan di tebing. Mimpi tentang esok hari dan sebuah
tantangan yang semakin besar.
Matahari mulai menampakkan
dirinya. Menggantikan peran Bulan yang setia malam itu menemani tidur kami. Ada
cerita apalagi hari ini? Akankah segala ketidakpastian membuat saya bimbang
untuk memanjat tebing? Atau justru itu akan melecutkan nyali saya untuk semakin
mencumbui tebing ini?
Euforia semangat semakin terlihat
pada Calon Anggota. Setelah lari pagi ke Situ Ciburuy dan sarapan, satu per
satu dari Calon Anggota mulai bersiap untuk melanjutkan pemanjatan. Kali ini
mereka dibagi kedalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok mencoba pemanjatan
pada jalur yang berbeda. 1 kelompok lainnya mencoba teknik bolting. Yaitu
sebuah teknik pengeboran pada dinding tebing untuk memasang hanger atau
pengaman secara permanen.
Masing-masing kelompok didampingi
oleh seorang Menthor. Ada Ameng, Rafi, Alwan dan Wiwin yang menjadi menthor
masing-masing kelompok. Pada pemanjatan kali ini, nyali mereka diuji lebih jauh
lagi. Rute pemanjatan yang dipasang oleh Menthor bukan lagi rute pemanjatan
yang pendek. Tetapi rata-rata rute pemanjatan dengan ketinggian 20 hingga 25
meter.
Hari ini Matahari tidak seganas
kemarin memainkan perannya. Untung selalu ada awan yang sesekali menyelip dan
menghadang teriknya sengatan sinar Matahari. Jadi kami bisa lebih fokus untuk
berlatih dan menyelesaikan jalur pemanjatan.
Ada kejadian unik dalam latihan
Rock Climbing di Tebing Hawu kali ini. Beberapa Calon Anggota menunjukkan minat
yang cukup kuat dan antusias yang tinggi. Beberapa Menthor terlihat sedikit
kewalahan dengan beberapa pertanyaan yang diajukan Calon Anggota ini. Beruntung
kali ini Harsha Pratala membawa alat yang sangat lengkap untuk melakukan
pemanjatan. Beberapa pertanyaan yang cukup serius ditanyakan justru tentang
alat belay yang digunakan oleh beberapa turis Jepang yang hari itu datang juga
untuk memanjat. Alat itu namanya Belay plat. Fungsinya sama seperti descender
atau figure 8.
Seperti tidak mau kalah pamor dan
gengsi dengan pemanjat Jepang, beberapa senior dan Anggota Harsha Pratala juga
menunjukkan kualitasnya dalam memanjat. Maya dan Dian mencoba beberapa jalur
panjat yang sudah terpasang dengan teknik Top Rope. Kecuali Audi yang memang
hanya datang untuk meramaikan suasana saja. Kami pun memaklumi, karena selain
faktor umur, rasanya gak ada seat harness yang muat buat dia.
Hari semakin sore. Semua Calon
Anggota berkumpul ditengah sisi tebing untuk mendengarkan materi penutup yang
akan saya sampaikan. Materi itu adalah Double Rope dan Triple Rope. Sebuah
teknik yang digunakan untuk melakukan pembersihan alat pada tebing ketika sudah
selesai melakukan pemanjatan. Satu per satu saya lihat muka Calon Anggota.
Ternyata masih serius dan antusias untuk mendengarkan materi yang saya berikan.
Selesai materi diberikan maka saya menunjuk Seno, salah seorang Calon Anggota
yang langsung mempraktekkan teknik double rope atau triple rope pada sisi jalur
paling kiri tebing.
Sementara pembagian tugas untuk
pembersihan alat lainnya saya tugaskan Rafi, Niky dan Wiwin. Tetapi teknik yang
digunakan berbeda. Mereka akan melakukan pembersihan alat dan jalur dengan
menggunakan sistem Climb Down. Yaitu memanjat turun dan melepas satu per satu
pengaman yang sudah terpasang pada tebing.
Sebuah credit point yang tinggi
saya berikan kepada Rafi atas keberaniannya untuk melakukan teknik jatuh pada
tebing ketika melakukan Climb Down. Pada runner atau pengaman keempat yang
cukup jauh jaraknya, Rafi tidak kuat lagi untuk melakukan Climb Down. Akhirnya
dia memutuskan untuk melompat dan siap memberikan aba aba pada belayer dibawah.
Suasana tebing terasa hening sekali. Hampir seluruh peserta yang ada dibawah
menyaksikan bagaimana Rafi mencoba teknik jatuh pada tebing. Dan benar saja
suasana hening tersebut pecah dengan kerasnya teriakan Rafi “Aaaaaaaaaaaaa…”.
Tubuh Rafi pun melayang cukup jauh sekitar 3 meter dan tertambat pada pengaman
ketiga yang sudah terpasang.
Saya memahami apa yang dirasakan
Rafi. Seolah jantung tertinggal diatas dan kesadaran kita hilang sesaat! Ya,
itulah Rock Climbing! Jatuh itu merupakan bagian dari Rock Climbing. Dengan
menggunakan teknik yang tepat maka posisi jatuh di tebing dapat kita persiapkan
lebih baik. Sehingga menghindari resiko kecelakaan yang fatal. Terlebih
perjalanan kali ini setiap pemanjat wajib menggunakan Helm pelindung kepala.
Teknik Climb Down menutup sesi
latihan Rock Climbing pra Diklat Harsha Pratala kali ini. Semua alat mulai
dikumpulkan dan Dian mulai melakukan cek list supaya tidak ada alat yang
tertinggal dalam perjalanan kali ini. Senyum puas terlihat pada muka Calon
Anggota. Tetapi rasa untuk mencoba dan menjamah tebing masih tertinggal di
Tebing Hawu. Suatu saat kami akan datang lagi. Memanjat dinding vertikal yang
tinggi menantang. Mencoba melawan hukum gravitasi sebagai sebuah keniscayaan.
Langkah-langkah kecil mulai meninggalkan muka tebing.
keren gan :)
BalasHapus