LET'S GET ROCK


Teks: HP-038 | Foto: Dok. Harsha Pratala
 

Tebing Hawu, Padalarang


…Memanjat tebing tebing sunyi.
Memasuki pintu misteri.
Menggores batu batu dengan kata sederhana.
Dengan doa sederhana…

Syair lagu itu terngiang terus di kuping saya. Malam itu saya dan kawan-kawan Unit Kegiatan Mahasiswa Harsha Pratala Universitas Trilogi bergerak menuju Tebing Hawu yang terletak di Padalarang, Jawa Barat. Cukup ramai yang ikut dalam perjalanan ini. Dengan menggunakan bis 3/4 dan sebuah mobil kijang Innova malam itu kami perlahan mulai meninggalkan hiruk pikuknya kota Jakarta.

Laju mobil menggambarkan kegelisahan saya. Seakan kesabaran sudah habis tak tersisa. Saya sudah tidak sabar lagi untuk memanjat Tebing Hawu. Ya, hari itu adalah waktu yang sudah lama saya tunggu untuk memanjat tebing tebing tinggi. Tebing kapur yang kokoh berdiri. Ketegarannya melambangkan kekuatan tekad saya untuk memanjat. Siapa lagi yang bisa menghalangi saya? Kecuali kehendak Tuhan Sang Raja Alam.

Sekitar jam 1 malam akhirnya kami hadir didepan tebing yang menjulang tinggi. Dialah kawan lama saya. Teman yang selalu sabar menanti kehadiran saya. Teman sejati yang diam tidak berisik dan selalu menjaga kehormatannya dengan selalu tegar kokoh berdiri.


Perjalanan ini merupakan bagian dari proses pendidikan Rock Climbing bagi Calon Anggota Harsha Pratala. Senang rasanya mendengar banyak yang antusias dalam perjalanan Rock Climbing kali ini. Hati saya semakin membuncah senang. Saya tidak pernah mengira bahwa perjalanan Rock Climbing menjadi sangat diminati oleh Calon Anggota. Sebelumnya? Perjalanan ini justru paling dihindarkan. Faktor ketinggian, kemampuan fisik yang kuat dan juga pemahaman alat-alat Rock Climbing yang rumit menjadi beberapa pertimbangan mengapa perjalanan ini sering jadi momok yang menakutkan. Gak heran kalau di Harsha Pratala selalu sedikit yang mengambil peminatan khusus pada bidang ini. Tapi tidak kali ini! Para Calon Anggota siap menjadi Rock Climbers sejati!

Matahari Teman Setia di Hari Pertama Pemanjatan

Pemanjatan di hari pertama dilakukan tepat jam 8 pagi. Setelah selesai sarapan Wiwin langsung mengambil alih lead climbing pada sebuah jalur dengan 5 buah hanger (pengaman) yang sudah terpasang. Begitu selesai terpasang, satu per satu Calon Anggota mencoba memanjat tebing dengan sistem Top Rope (tali yang sudah terpasang).

Sepanjang pemanjatan saya tak henti tersenyum puas melihat semua Calon Anggota menunjukkan minatnya pada Rock Climbing. Memang masih terlihat ada perasaan takut disana sini pada mimik muka para Calon Anggota. Tapi juga terselip keingintahuan dan tekad serta rasa penasaran yang kuat untuk terus mencoba.

Ada sebuah slogan didalam dunia Rock Climbing yang selalu saya ingat. “Tuhan Bersama Orang Orang Berani”. Sebuah slogan yang melekat kuat pada mereka yang mendalami Rock Climbing. Ketika seorang pemanjat hanya bertumpu pada jari jemarinya. Sementara kakinya mencoba mencari pijakan demi pijakan. Terkadang badan sedikit terhempas angin dan orang-orang dibawah yang terlihat semakin mengecil. Dapatkah semua itu menciutkan nyali dan menjauhkannya dari keberanian? Maka ketika dia berani, sesungguhnya Tuhan sedang bersamanya.

Siang itu saya melihat keberanian yang sangat kuat dari para Calon Anggota. Terlebih ketika jalur panjat lain yang lebih tinggi mulai dipasang tali dan pengamannya. Sebuah jalur yang dirintis oleh Alwan, Rafi dan Wiwin terpasang cukup tinggi. Kurang lebih 25 meter ketinggiannya. Saya menyebutnya : Ini baru Rock Climbing! Kalau tidak merasakan ketinggian sepertinya bukan Rock Climbing namanya. Hal ini membuat lokasi lain yang selama ini sering Harsha Pratala gunakan untuk Rock Climbing menjadi tidak relevan lagi. Tebing Klapanunggal atau Ciampea di Bogor tidak memiliki syarat ketinggian ini. Atas dasar itulah perjalanan kali ini Tebing Hawu dipilih menjadi lokasi yang ideal. Selain tinggi, Tebing Hawu juga memiliki kelengkapan latihan lainnya seperti pemasangan alat-alat pengaman tebing dan juga beberapa hal lainnya.

Pemanjatan di hari pertama diisi dengan materi Top Rope dan teknik melakukan pengamanan terhadap pemanjat (belay). Matahari rupanya sangat bersahabat sepanjang siang ini. Tiada hentinya terus menyinari kami. Terlebih ternyata posisi Tebing Hawu yang akan selalu dilintasi pergerakan Matahari dari pagi sampai sore hari. Hasilnya, semua menjadi mudah haus seketika. Untung panitia membawa Cooler. Diisi dengan es batu, maka setiap minuman yang kami beli menjadi dingin sekali. Tentunya para Calon Anggota hanya menelan ludah saja setiap melihat kami menengguk minuman dingin itu.

Menjelang sore kami mulai berbenah alat dan mulai mendirikan tempat untuk bermalam. Lokasi yang dipilih tentunya tepat didepan muka tebing. Seakan menandakan kalau kami tidak ingin jauh dari tebing yang tegar menjulang tinggi ini. Alangkah indahnya tidur beralaskan matras dengan badan terlentang dan muka menengadah lurus melihat terjalnya Tebing Hawu.

Setelah makan malam, acara dilanjutkan dengan evaluasi. Kali ini saya meminta kepada seluruh Calon Anggota untuk lebih fokus dan serius untuk pemanjatan pada esok harinya. Evaluasi juga dilakukan dengan meminta satu per satu Calon Anggota mengungkapkan pengalaman yang dirasakan setelah serharian melakukan pemanjatan. Malam evaluasi diakhiri dengan menyatakan tekad dan komitment untuk pemanjatan esok hari.

Malam semakin larut. Hembusan angin malam semakin merasuk tubuh ini. Bulan menampakkan dirinya setengah malu. Kami semakin terlelap tidur. Malam berlalu, semua terlarut dalam mimpi. Mimpi mimpi indah tentang petualangan di tebing. Mimpi tentang esok hari dan sebuah tantangan yang semakin besar.

Hari Kedua Pemanjatan


Matahari mulai menampakkan dirinya. Menggantikan peran Bulan yang setia malam itu menemani tidur kami. Ada cerita apalagi hari ini? Akankah segala ketidakpastian membuat saya bimbang untuk memanjat tebing? Atau justru itu akan melecutkan nyali saya untuk semakin mencumbui tebing ini?
Euforia semangat semakin terlihat pada Calon Anggota. Setelah lari pagi ke Situ Ciburuy dan sarapan, satu per satu dari Calon Anggota mulai bersiap untuk melanjutkan pemanjatan. Kali ini mereka dibagi kedalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok mencoba pemanjatan pada jalur yang berbeda. 1 kelompok lainnya mencoba teknik bolting. Yaitu sebuah teknik pengeboran pada dinding tebing untuk memasang hanger atau pengaman secara permanen.

Masing-masing kelompok didampingi oleh seorang Menthor. Ada Ameng, Rafi, Alwan dan Wiwin yang menjadi menthor masing-masing kelompok. Pada pemanjatan kali ini, nyali mereka diuji lebih jauh lagi. Rute pemanjatan yang dipasang oleh Menthor bukan lagi rute pemanjatan yang pendek. Tetapi rata-rata rute pemanjatan dengan ketinggian 20 hingga 25 meter.

Hari ini Matahari tidak seganas kemarin memainkan perannya. Untung selalu ada awan yang sesekali menyelip dan menghadang teriknya sengatan sinar Matahari. Jadi kami bisa lebih fokus untuk berlatih dan menyelesaikan jalur pemanjatan.

Ada kejadian unik dalam latihan Rock Climbing di Tebing Hawu kali ini. Beberapa Calon Anggota menunjukkan minat yang cukup kuat dan antusias yang tinggi. Beberapa Menthor terlihat sedikit kewalahan dengan beberapa pertanyaan yang diajukan Calon Anggota ini. Beruntung kali ini Harsha Pratala membawa alat yang sangat lengkap untuk melakukan pemanjatan. Beberapa pertanyaan yang cukup serius ditanyakan justru tentang alat belay yang digunakan oleh beberapa turis Jepang yang hari itu datang juga untuk memanjat. Alat itu namanya Belay plat. Fungsinya sama seperti descender atau figure 8.

Seperti tidak mau kalah pamor dan gengsi dengan pemanjat Jepang, beberapa senior dan Anggota Harsha Pratala juga menunjukkan kualitasnya dalam memanjat. Maya dan Dian mencoba beberapa jalur panjat yang sudah terpasang dengan teknik Top Rope. Kecuali Audi yang memang hanya datang untuk meramaikan suasana saja. Kami pun memaklumi, karena selain faktor umur, rasanya gak ada seat harness yang muat buat dia.



Hari semakin sore. Semua Calon Anggota berkumpul ditengah sisi tebing untuk mendengarkan materi penutup yang akan saya sampaikan. Materi itu adalah Double Rope dan Triple Rope. Sebuah teknik yang digunakan untuk melakukan pembersihan alat pada tebing ketika sudah selesai melakukan pemanjatan. Satu per satu saya lihat muka Calon Anggota. Ternyata masih serius dan antusias untuk mendengarkan materi yang saya berikan. Selesai materi diberikan maka saya menunjuk Seno, salah seorang Calon Anggota yang langsung mempraktekkan teknik double rope atau triple rope pada sisi jalur paling kiri tebing.

Sementara pembagian tugas untuk pembersihan alat lainnya saya tugaskan Rafi, Niky dan Wiwin. Tetapi teknik yang digunakan berbeda. Mereka akan melakukan pembersihan alat dan jalur dengan menggunakan sistem Climb Down. Yaitu memanjat turun dan melepas satu per satu pengaman yang sudah terpasang pada tebing.

Sebuah credit point yang tinggi saya berikan kepada Rafi atas keberaniannya untuk melakukan teknik jatuh pada tebing ketika melakukan Climb Down. Pada runner atau pengaman keempat yang cukup jauh jaraknya, Rafi tidak kuat lagi untuk melakukan Climb Down. Akhirnya dia memutuskan untuk melompat dan siap memberikan aba aba pada belayer dibawah. Suasana tebing terasa hening sekali. Hampir seluruh peserta yang ada dibawah menyaksikan bagaimana Rafi mencoba teknik jatuh pada tebing. Dan benar saja suasana hening tersebut pecah dengan kerasnya teriakan Rafi “Aaaaaaaaaaaaa…”. Tubuh Rafi pun melayang cukup jauh sekitar 3 meter dan tertambat pada pengaman ketiga yang sudah terpasang.

Saya memahami apa yang dirasakan Rafi. Seolah jantung tertinggal diatas dan kesadaran kita hilang sesaat! Ya, itulah Rock Climbing! Jatuh itu merupakan bagian dari Rock Climbing. Dengan menggunakan teknik yang tepat maka posisi jatuh di tebing dapat kita persiapkan lebih baik. Sehingga menghindari resiko kecelakaan yang fatal. Terlebih perjalanan kali ini setiap pemanjat wajib menggunakan Helm pelindung kepala.

Teknik Climb Down menutup sesi latihan Rock Climbing pra Diklat Harsha Pratala kali ini. Semua alat mulai dikumpulkan dan Dian mulai melakukan cek list supaya tidak ada alat yang tertinggal dalam perjalanan kali ini. Senyum puas terlihat pada muka Calon Anggota. Tetapi rasa untuk mencoba dan menjamah tebing masih tertinggal di Tebing Hawu. Suatu saat kami akan datang lagi. Memanjat dinding vertikal yang tinggi menantang. Mencoba melawan hukum gravitasi sebagai sebuah keniscayaan. Langkah-langkah kecil mulai meninggalkan muka tebing.

Tebing Hawu semakin mengecil tidak terlihat. Kami beranjak pulang. Membawa sejuta pengalaman. Membawa asa keberanian. Hingga kami menyadari kata-kata itu lagi : “Tuhan Bersama Orang-Orang Berani”




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENELUSURI PERUT BUMI, GOA CIKENCENG (Divisi Caving)

Spesialisasi Penelusuran Gua (Caving) Anggota Muda Harsha Pratala Angkatan 28

Penyakit berbahaya di gunung