TRADISI BANJIR DI DKI JAKARTA, SALAH PEMERINTAH ATAU SALAH MASYARAKAT YANG TIDAK PEDULI PADA LINGKUNGAN?

Teks: HP-107 | Dok: Vegetasi Vol.5


BANJIR kembali menghantui Ibu Kota DKI Jakarta. Seperti tahun-tahun sebelumnya, banyak pihak yang langsung berteriak tentang penyebab banjir dan bagaimana pemerintah dalam menangani banjir.

Berbagai upaya pencegahan seolah tak mempan menghentikan banjir yang selalu menjadi langganan Jakarta. Setiap tahun, pemerintah yang menjabat akan mendapat “serangan” maupun kritikan karena dianggap tak mampu melenyapkan banjir dari Jakarta. Tentu pemerintah harus bisa memahami dan legawa jika ada pihak-pihak yang menyerang dan mengkritik dia, karena belum mampu menghilangkan “tradisi” banjir di Jakarta. 

Sebenarnya peran masyarakat yang berdomisili di DKI sendiri juga cukup signifikan untuk mencegah atau mengatasi banjir tahunan tersebut.

Contoh kasus normalisasi kali Ciliwung dan kali-kali lain yang ada dijakarta tidak dipatuhi oleh masyarakat. Sehingga kali-kali di DKI semakin sempit dan menjadi tong sampah bagi rumah-rumah yang berdiri dipinggiran kali tersebut.

Masyarakat mempunyai peran penting dalam kaitannya dengan sampah. Kebiasaan masyarakat Jakarta yang masih membuang sampah di sungai dan selokan memperparah banjir Jakarta. Artinya, jika dilihat secara menyeluruh, persolan banjir bukan hanya menjadi beban Pemerintah DKI, tetapi semua pihak. Sayangnya, banyak pihak yang masih melihat sepotong-sepotong hal tersebut hingga menganggap bahwa Pemerintah DKI tidak becus. Akibatnya, kesalahan hanya akan ditimpakan kepada Pemerintah DKI. 

Namun, sekali lagi wajar karena di saat terkena musibah (banjir), banyak yang akan mencari kesalahan pihak lain atau mencari kambing hitam. Dan pihak yang sangat mudah disalahkan adalah Pemerintah. Banjir sedang terjadi di Jakarta, akan lebih baik jika semua pihak memiliki tanggung jawab untuk mengatasinya. 



MANUSIA DAN ALAM



Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, dimanjakan dan paling dilebihkan daripada ciptaan-Nya yang lain. Ini mempunyai konsekuensi, yang semuanya berkisar pada masalah bagaimana manusia akan mengelola lingkungan dan segenap isinya untuk kepentingan diri manusia itu sendiri.

Manusia merupakan bagian dari alam dan berkewajiban untuk menjaga, agar hubungan yang sudah ada diantara keduanya tetap berlangsung dalam suasana tertib, tentram, seimbang dan sebagaimana mestinya.

 Bukankah kita sadar bahwa bencana bukan musuh kita? Bukankah kita sadar bahwa kita adalah bagian dari bencana? Jika kita tega mencemari alam, apakah itu tidak berarti kita merusak keseimbangan lingkungan tempat kita berada.

Secara garis besar, inilah yang dapat dikatakan. Sebagai manusia yang diangkat sebagai wali atau wakil-Nya dimuka bumi, tugas kita adalah menjaga lingkungan dan untuk mengakrabinya. Kita berusaha agar alam menjadi sahabat dan tidak menjadi bencana atau boomerang bagi manusia yang tidak peduli pada lingkungannya sendiri.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENELUSURI PERUT BUMI, GOA CIKENCENG (Divisi Caving)

Spesialisasi Penelusuran Gua (Caving) Anggota Muda Harsha Pratala Angkatan 28

Penyakit berbahaya di gunung